Rabu, 03 Mei 2017

KH.UBAIDILLAH ISA BAG.2 (RIWAYAT HIDUP)










       Beliau juga mulai mengamalkan ilmu yang dimilikinya dengan mengajar di musholla dan masjid, pada masa bersamaan beliau digandeng oleh KH.Rohmatullah Shiddiq untuk mengelola pendidikan formal, pada tahun itu pula dengan di pimpin KH.Rohmatulloh Shiddiq, KH.Thabrani Thohir, KH.Asnawi Thohir Ust.H.Hasuki Nasir dan para aghniya di Sukabumi Selatan dibangunlah SDI Al-Falah I yang terdiri dari 7 lokal ruang kelas dengan pimpinan umum KH.Rohmatulloh Shiddiq.
Awal berdirinya SDI Al-Falah I pagi bertindak sebagai kepala sekolah adalah beliau, sedangkan Al-Falah I petang adalah ust,H.Hasuki Nasir, nama tokoh-tokoh sudah sangat terkenal terutama mereka yang mengajar di masjid, musholla dan di rumah-rumah masyarakat secara berpindah-pindah. Satu diantara penyebab sangat pesatnya perkembangan Al-Falah lebih-lebih semua murid MI Roudlotul Amal yang dipimpin oleh H.M.Isa Sarmada hijrah ke MI Al-Falah termasuk beliau. Satu tahun setelah berjalannya MI Al-Falah yang pesat perkembangannya barulah dibangun SDI Al-Falah II dengan bantuan subsidi pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin. Setelah SDI Al-Falah diresmikan oleh Gubernur pada bulan Agustus 1968 maka dibukalah pendaftaran baik untuk kelas pagi maupun sore hari. Dengan demikian dibutuhkan kepemimpinan di SDI Al-Falah II pagi dan sore.
            Kemudian dilakukan mutasi pimpinan sekolah. Beliau ditetapkan menjadi kepala sekolah SDI Al-Falah II pagi dan SDI Al-Falah I petang sementara ust.H.Hasuki Nasir sebagai kepala sekolah SDI Al-Falah I pagi dan SDI Al-Falah II Petang.
            Tahun 1969 melalui keputusan rapat guru yang dipimpin oleh KH.Rohmatulloh Shiddiq dan didorong oleh KH.Dawam Anwar yang merupakan guru beliau di Tebuireng, KH.Hibatullah Shiddiq dan KH.Thabrani Thohir serta KH.Asnawi Thohir dan pimpinan lainnya didirikanlah MTs.Al-Falah dengan kepala sekolah pertamanya beliau. Setahun kemudian jabatan kepala sekolah diserahkan kepada Uts.Husni Mansur juga berasal dari Pondok Pesantren Tebuireng.
            Berbarengan dengan perkembangan sekolah dengan dibukanya Mts. Di Yayasan Al-Falah didatangkanlah guru-guru baik dari Jawa Timur, Jawa Barat maupun dari Bima NTB. Berdasarkan musyawarah keluarga ada guru-guru yang ditempatkan di rumah beliau, di rumah H.Abd.Mu’thi dan di rumah H.M.Isa. Kemudian dilanjutkan dengan perluasan Al-falah I maka guru-guru yang tinggal di rumah keluarga tadi ditempatkan di ruang-ruang yang berada di Al-Falah I dan Al-Falah II.
            Adapun di kepengurusan masjid jami’ Al-Falah beliau sempat menjadi ketua masjid selama beberapa tahun setelah wafatnya KH.Thabrani Thohir.
            Sebagai aktifis organisasi di samping berkiprah di Yayasan Al-Falah sebagai ketua I, beliau juga aktif mengorganisir organisasi pemuda yaitu Gerakan Pemuda Anshor, yang dipimpin oleh beliau dan sekretarisnya Ust.H.Hasuki Nasir berkembang dengan pesat. Baris berbaris pemuda Anshor dilatih oleh militer dan kepolisian, puncaknya dibentuk pasukan drum band di anak cabang Sukabumi Udik, ranting Kampung Kecil dan Kampung Baru, sementara untukpenghimpunan anak-anak dan remaja beliau membentuk MTRA ( Majlis Ta’lim Remaja Al-Falah ) yang kala itu diketuai oleh Balya Isa. Dalam bidang pengajian Al-Qur’an dengan bekerjasama pada mahasiswa dan qori/qori’ah dari PTIQ dibentuk KSQ (Kelompok Study Al-Qur’an) yang diketuai oleh Ust.H.Syahrul Munir dari Ngadiluwih Kediri Jawa Timur. Tercatat sebagai tenaga pembimbingnya adalah Ust.H.Syahrul Munir, Ust.H.Muhajir Lubis, Ust.H.Muammar ZA dan Ust.H.Adly Nasution serta Ust.H.Marhum Thoyyib. Dengan kata lain beliau memang seorang organisator yang memiliki hubungan ( Human Relation ) cukup baik dengan  kalangan ulama dan pemerintahan.
            Beliau dikenal baik oleh keluarga Pondok Pesantren Tebuireng termasuk oleh istri KH.Wahid Hasyim tetapi saat di Tebuireng beliau tidak kenal dengan Gus Dur dan Gus Sholah, beliau baru kenal mereka setelah mereka berkiprah di Jakarta saat Halal bi halal keluarga Pondok Pesantren Tebuireng di Jl.Taman Amir Hamzah Matraman Jakarta Pusat tempat kediaman ibu Wahid Hasyim.

            Masa terus berlalu dari aktif di GP Anshor kemudian aktif di NU Jakarta Barat, DKI Jakarta sampai menjadi salah seorang A’wan di PBNU NU, karena disamping keilmuan gaya dan kedekatannya dengan keluarga Tebuireng termasuk dengan KH.Abdurrahman Wahid yang saat itu menjadi ketua Tanfidziyah PBNU dan juga ditunjuk sebagai Ketua Dewan Syuro DPP PKB DKI Jakarta, Sementara keaktifan ta’limnya di masyarakat dan aktifitasnya di organisasi mengantarkannya menjadi ketua MUI Jakarta Barat selama 2 periode saat dipimpin oleh KH.Aminulloh dan KH.Asyikin dan akttif di Ittihadul Mubalighin.
            Tahun 1983 berdirilah MA Al-Falah dengan kepala sekolah Ust.Husni Manshur, sepeninggal pak Husni, KH.Hibatulloh Shiddiq yang saat itu sebagai bendahara di Mts dan MA Al-Falah diangkat menjadi kepala sekolah.
            Tahun 1986 beliau dengan dukungan KH.Thabrani Thohir, KH.Asnawi Thohir, KH.Hibatullah Shiddiq, Ust.H.Hasuki Nasir, Ust.H.Dumyati HT, Ust.H.Kahmasy Shiddiq, H.Abd.Somad H.Sholeh, H.Ahmad H.Thohir dan keluarga KH.Thohir lainnya serta keluarga Alm.H.Nawawi Umar, dibangunlah Pondok Pesantren Al-Falah yang baru diresmikan penggunaannya pada tahun 1988 dengan beliau sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah.
            Beberapa kali didekati olah Golkar penguasa dan pemerintah pada saat itu beliau tetap pada pendiriannya.Diberi SK sebagai ketua GUPPI Prov.DKI Jakarta organisasi pendidikan islam Golkar pada saat jayanya itu, beliau menolak dan tidak hadir dalam acara pelantikan.
            Sebagai orang tua dari 9 anak yaitu : Kholil Muttaqin, Syamsul Anam, Kamilah, Muzaki, Ummu Hamdiah, Ummu Humaidah, Muhtarom, Rohmatun Nazilah, A.Dhiya Shihab. Beliau termasuk orang yang konsisten dan istiqomah dalam aqidah dan ideologi.
Pada tahun 2004 istri beliau Hj. Daniah meninggal dunia karna sakit, semenjak itu kesehatannya semakin  menurun dan sudah mulai tidak aktif lagi dalam kegiatan dakwah dan kemasyarakat sampai akhirnya beliau wafat pada malam jum’at tgl 6 September 2013.
            Demikianlah kurang lebihnya riwayat hidup almarhum yang dapat kami susun. Untuk kesempurnaanya, manakala ada kekurangan dan kekhilapan kami mohon maaf sekaligus mohon saran dan perbaikan.


Jakarta, Maret 2017 

Minggu, 02 April 2017

KH.UBAIDILLAH ISA / BIOGRAFI BAG 1



RIWAYAT HIDUP SINGKAT
KH.UBAIDILLAH ISA
















H.UBAIDILLAH ISA
Lahir pada tanggal 12 Nopember 1941 di Jakarta dari pasangan H.M.Isa Daud dan Hj.Muanah binti Amar, anak ke 5 dari 10 bersaudara dan wafat di usia 73 tahun pada Jum'at 6 September 2013.  Masa kecil beliau banyak dihabiskan di Jakarta yang sangat kental akan kehidupan beragamanya ( religious ), lingkungan beliau juga sangat mendukung dengan kehidupan agamis pada saat itu.
            Kakek dari jalur ayahnya, H.Daud bin Ismail adalah guru mengaji yang kala itu menjadi panutan masyarakat Sukabumi Udik Kebon Jeruk Jakarta Barat dan sekitarnya. Beliau seorang guru yang senang pada pertanian misalnya beliau memiliki area sawah yang ditanami padi lengkap dengan lumbungnya sebagai penyimpanan hasil panen dan juga terkenal akan budi daya tanaman rambutan pilihan seperti cipelat / rapiah dan cilengkeng. Di tanah beliau dari mulai pinggir kalenan ( sungai kecil ) sampai dengan rawa yang sekarang terletak di jl.Kampung Baru Permai banyak ditanami pohon sawo, rambutan cipelat, cilebak dan cilengkeng da nada juga pohon nangka, pohon cipedak dan pohon meninjo. Bila ada pohon rambutan cipelat / rapiah di wilayah Sukabumi Udik, Sukabumi Ilir, Kelapa Dua, Cipulir dan Peninggaran dapat dipastikan bibitnya berasal dari Engkong H.Daud bahkan beliau biasanya menjual pohon rambutan dengan garansi sampai pohon rambutan itu hidup, sedangkan ayah dari jalur ibu adalah Bpk. Amar seorang pembatik yang berasal dari Pekalongan Jawa Tengah yang sampai sekarang belum diketahui asal usul keturunannya.
            Ayahnya H.M.Isa Daud juga seorang guru mengaji yang dipercaya sebagai asisten Engkong Daud sehingga saat ayahnya wafat tahun 1956. Di samping mengajar mengaji beliau juga seorang pedagang peci/ kopiah di kios pasar Seng Tanah Abang kemudian beliau beralih menjadi petani tanaman hias seperti anggrek, pohon cemara, pohon palm, dan pohon pinang merah bahkan semua tanaman pohon cemara yang di tanam di areal sekitar masjid Al-Falah ditanam oleh beliau H.M.Isa Daud, beliau juga tercatat sebagai salah seorang pelopor berdirinya Masjid Jami' Al-Falah. Begitu kira-kira sekelumit gambaran tentang ayah dan kakek dari seorang yang kita peringati haulnya pada hari ini.
            H.Ubaidillah Isa beliau bersekolah di jenjang pendidikan dasar di SR Pos Pengumben yang terletak di Tanah Baru Grogol Utara Jakarta Selatan, cukup jauh memang karena pada saat itu Sekolah Dasar Negeri hanya ada di lokasi ini (Tanah Baru Grogol Utara Kebayoran Lama Jakarta Selatan) bahkan masyarakat sekitar Cidodol, Kp.Baru,Srengseng dan Petukangan juga bersekolah di situ. Pendidikan Dasar lainnya yang pernah beliau ikuti di Madrasah Ulwana Najah yang diasuh oleh Bpk.KH.Abd.Rahman atau dengan nama populernya Haji Omang yang banyak mencetak kader asatidz pada saat itu di wilayah Sukabumi Udik dan sekitarnya, selepas dari SD atau SR tahun 1956 beliau melanjutkan pendidikan ke SMPN XII di Blok M Kebayoran Baru dengan sehari-harinya menegndarai kereta angin alias sepeda.

Tamat dari SMPN XII beliau melanjutkan belajar ke Pondok Pesantren yang sangat populer dan terkenal di Indonesia yaitu Pondok Pesantren Tebuireng dan Gontor dengan pertimbangan faham ahlu sunnah wal jamaah yang dikembangkan dan diamalkan sejalan dengan cara-cara ibadah dan amaliah yang dilakukan oleh para ulama Betawi, maka beliau dimukimkan di Pondok Pesantren Tebuireng yang didirikan oleh Hadratus Syeih KH.Hasyim Asy'ari yaitu ayah dari KH.Wahid Hasyim menteri agama pertama RI, ayah dari Gus Dura tau KH.Abdurrahman Wahid.
            Saat mukim di Tebuireng selama 6 tahun dari akhir tahun 1959 sampai dengan pertengahan 1965 beliau termasuk diantara santri kesayangan yang berasal dari DKI.Jakarta, beliau dekat dengan keluarga pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng yang kala itu diasuh oleh KH.Kholik Hasyim yang terkenal dengan ilmu agama dan kedigdayaannya. Berbeda dengan pendidikan agama saat ini yang mengenal istilah Ibyidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah, di Pondok Pesantren Tebuireng tidak dikenal istilah Aliyah pada saat itu, jadi beliau hanya lulusan Tsanawiyah namun masa belajarnya selama 6 tahun sederajat dengan Madrasah Aliyah sekarang.  Selama mondok di Pondok Pesantren Tebuireng beliau bukan hanya mengaji tetapi beliau juga ditempa dengan aktifitas organisasi, jabatan organisasi santri di Tebuireng yang pernah diamanahkan kepada beliau sebagai ketua CPIDB ( Consentrasi Pelajar Islam Djawa Barat ) yang merupakan organisasi himpunan santri berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Bandung, Cirebon, Karawang, Kuningan dan Banten.
            Satu hal yang menarik terkait keorganisasian beliau, kendati Pondok Pesantren Tebuireng tempat lahirnya Nahdlatul Ulama ( NU ) beliau tidak menjadi pengurus IPNU yang berada di bawah naungan NU tetapi beliau adalah pengurus PII ( Pelajar Islam Indonesia ) yang awalnya berada di bawah naungan MASYUMI, ini tidak lain karena beliau di samping dekat dengan keluarga KH.Hasyim Asy'ari yang NU seperti KH.Kholik Hasyim, KH.Idris, dan KH.Syamsuri Badlawi tetapi beliau juga sangat dekat dengan KH.Abd.Karim Hasyim
( pengarang/sastrawan ) yang notabene lebih cenderung dengan Partai MASYUMI.
            Karena sebagai santri senior dan ketua CPIDB maka tidak mengherankan sejak di Tebuireng beliau sudah diikut sertakan berjuang di luar Tebuireng untuk ikut dengan para kyai dan asatidz melawan aksi-aksi yang dilancarkan oleh PKI di Jawa Timur. Kedekatannya dengan Kyai-kyai di sana ditandai dengan banyaknya tokoh yang pernah berkunjung bahkan bermalam di rumah orang tuanya di Jakarta seperti KH.Idris, KH.Husnan, KH.Yusuf Hasyim dan Bpk.Ishak anak dari KH.Idris.
            Usai menempuh pendidikan di Tebuireng pada pertengahan tahun 1965 beliau juga aktif di kegiatan pemuda dan olahraga seperti sepak bola, badminton bahkan olahraga bela diri Betawi yang dikenal dengan Beksi termasuk juga belajar dan mengembangkan seni baca Al-Qur'an dengan berguru dengan H.Ismail Daud adik dari ayahnya dan bimbingan qori dari Serang yang dekat dengan KH.Rohmatulloh Shiddiq.

Beliau juga mulai mengamalkan ilmu dimilikinya dengan mengajar di musholla dan masjid, pada masa bersamaan beliau digandeng oleh KH.Rohmatulloh Shiddiq mengelola pendidikan formal, pada tahun itu pula dengan dipimpin oleh KH.Rohmatulloh Shiddiq, KH.Thabrani Thohir, KH.Asnawi Thohir, Ust.H.Hasuki Nasir dan para aghniya di Sukabumi Selatan dibangunlah SDI Al-Falah I yang terdiri dari 7 lokal ruang kelas dengan pimpinan umum KH.Rohmatullah Shiddiq.