إِنَّ هَذِهِ الدُّنْيَا مَلِيئَةٌ بِالنَّاسِ الَّذِينَ يُقَلِّلُونَ مِنْ شَأْنِكَ. وَلَكِنْ تَذَكَّرْ أَنَّهُمْ لَا يُحَدِّدُونَ قِيمَتَكَ. أَنْتَ وَحْدَكَ مَنْ يَمْلِكُ السَّيْطَرَةَ الْكَامِلَةَ عَلَى رِحْلَةِ حَيَاتِكَ.
Dunia ini penuh dengan orang yang suka meremehkan. Tapi ingat, mereka tidak menentukan nilai dirimu. Kamu adalah satu-satunya yang memiliki kendali penuh atas perjalanan hidupmu
Tingkatan orang yang berilmu
1. Orang yang mengajarkan dan mengamalkan semuanya
2. Orang yang mengajarkan dan mengamalkan sebagian
3. Orang yang mengajarkan tetapi tidak mengamalkan
Dalam perspektif Ulama' NU, tingkatan orang berilmu sebagaimana disebutkan , memiliki nilai yang sangat penting dalam memahami esensi ilmu, amal, dan pengajaran.
Berikut ini adalah penjelasannya:
1.Orang yang mengajarkan dan mengamalkan semuanya
Ini adalah tingkatan tertinggi dalam derajat orang yang berilmu.
Ulama NU menganggap orang seperti ini sebagai Ulama' yang 'amil (berilmu dan beramal), sebagaimana disebutkan dalam berbagai kitab klasik. Contohnya adalah Kanjeng Nabi Muhammad SAW, yang menjadi teladan sempurna dalam menyampaikan ilmu dan mengamalkannya secara menyeluruh.
Dalam Adabul Alim wal Muta’allim, Mbah KH Hasyim Asy’ari menekankan bahwa orang yang berada di tingkatan ini layak disebut sebagai pewaris para nabi (waratsatul anbiya), karena menggabungkan ilmu, amal, dan keikhlasan dalam menyampaikan.
2.Orang yang mengajarkan dan mengamalkan sebagian
Orang dalam tingkatan ini tetap memiliki nilai mulia, meskipun belum sempurna.
Dalam pandangan Ulama' NU, hal ini tetap positif karena seseorang telah berusaha mengamalkan sebagian dari ilmu yang diajarkannya, meskipun tidak sepenuhnya. Mbah KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya juga menjelaskan bahwa mengamalkan ilmu walau sebagian tetap bernilai ibadah dan menjadi jalan menuju kesempurnaan.
Tingkatan ini menunjukkan proses perjuangan seorang penuntut ilmu untuk mencapai derajat yang lebih baik.
3.Orang yang mengajarkan tetapi tidak mengamalkan
Dalam pandangan Ulama' NU, tingkatan ini memerlukan perhatian khusus karena bisa menjadi ghurur (tertipu dengan ilmu). Ulama seperti Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin , menyebutkan bahwa ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah.
Ulama NU mengingatkan agar orang dalam tingkatan ini segera berusaha mengamalkan ilmunya karena mengajarkan tanpa amal bisa mengurangi keberkahan ilmu, bahkan bisa menjadi hujjah (argumen) yang akan menjerat dirinya sendiri di hadapan Allah.
Prinsip Ulama' NU dalam Memahami Ketiga Tingkatan
1.Keseimbangan Ilmu dan Amal:
NU menekankan bahwa ilmu harus diamalkan agar tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga masyarakat. Hal ini selaras dengan kaidah:
(Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah).
2.Mengajarkan Ilmu adalah Ibadah:
Meskipun seseorang belum mengamalkan seluruh ilmunya, selama ia mengajarkannya dengan niat ikhlas, itu tetap bernilai ibadah.
Dalam Adabul Alim wal Muta’allim, KH Hasyim Asy'ari mengingatkan bahwa menyebarkan ilmu, walau belum sempurna amalnya, adalah cara untuk terus memperbaiki diri.
3.Menjaga Keikhlasan:
Ulama NU sering mengingatkan bahwa ilmu tanpa amal akan kehilangan keberkahannya jika tidak dilandasi keikhlasan.
Dengan demikian secara keseluruhan, Ulama' NU mendorong setiap orang untuk terus berusaha naik ke tingkatan tertinggi, yakni mengajarkan dan mengamalkan ilmu secara sempurna, karena itulah tujuan utama seorang pencari ilmu.
Tingkatan ini adalah jalan menuju kemuliaan di dunia dan akhirat.
Semoga kita bisa termasuk kelompok yang pertama, kalau tidak bisa setidaknya kelompok yang kedua.
By : Bey Arifin Jombang Jawa Timur